Ketika kita memcoba mengamati kejadian-kejadian di lingkungan kita,
maka tak jarang kita akan mendapati seorang muslim melakukan berbagai
macam penyimpangan-penyimpangan agama, baik dari tingkat penyimpangan
yang ringan, sedang bahkan penyimpangan yang fatal. Namun sebaliknya
juga jika kita terus mengamati kondisi lingkungan kita, maka kita juga
pasti akan mendapati seorang muslim yang memiliki perangai yang luar
biasa mulia, taat dalam ibadahnya, bagus akhlaknya, baik terhadap
sesamanya serta jauh dari tindakan-tindakan penyimpangan agama dan juga
norma sosial yang ada di masyarakat.
Jika kita ingin mencoba menganalisis kedua fenomena diatas, maka akan
muncul sebuah pertanyaan “dengan status yang sama sebagai seorang
muslim, mengapa ada perbedaan yang begitu mencolok dari dua contoh
fenomena diatas?”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka kita harus
mengetahui terlebih dahulu bahwa perbuatan setiap manusia secara
langsung dipengaruhi oleh mindset/pola fikir yang bersemayam dalam diri
seorang manusia. sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa seorang muslim
yang masih melakukan penyimpangan agama maka sudah dapat dipastikan pola
fikirnya tidak sesuai dengan Islam, sementara seorang muslim yang taat
dan jauh dari penyimpangan maka dapat dipastikan juga memilik pola fikir
sesuai dengan Islam.
Dalam islam kita mengenal yang namanya aqidah. Aqidah merupakan aspek
terpenting dalam agama islam. Jika kita ibaratkan agama Islam sebagai
sebuah rumah, maka aqidah memiliki posisi yang sangat penting yaitu
sebagai pondasi. Aqidah inilah yang nantinya akan mempengaruhi pola
fikir seorang muslim dan menjadi penuntunnya dalam segala kegiatan yang
akan dilakukan.
Aqidah islam berkaitan langsung dengan keimanan. Keimanan merupakan “Pembenaran yang bersifat pasti yang sesuai dengan fakta berdasarkan suatu dalil” . Sehingga
keimanan yang kokoh haruslah dapat dibuktikan dengan dalil aqli dan
naqli sehingga sesuai dengan akal manusia dan sesuai dengan firman Allah
swt. Keimanan yang masih mengandung keragu-raguan meskipun sedikit maka
keiman seperti itu tidak dapat dikategorikan iman yang kokoh. Allah Swt
berfirman :
وَمَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا
(QS. An-Najm: 28)
Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu.
Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya
persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran.
Seorang muslim yang memiliki keimanan yang kokoh yang dilandasi oleh
dalil aqli dan naqli serta jauh dari keragu-raguan akan menghantarkannya
kepada pemahaman yang haq (benar) dalam menyikapi kehidupan ini. Dengan
keimanan yang kokoh dan yang haq inilah seseorang akan mampu memecahkan
uqdatul qubro yaitu simpul besar yang menjadi pertanyaan bagi seluruh
manusia tanpa terkeculai, yaitu “Dari mana manusia berasal?”, “Untuk apa
manusia ini diciptakan?”, dan “Akan kemana manusia setelah kehidupan
ini?”. Maka Aqidah islam telah menyelesaikan dengan tuntas uqdatul qubro
di atas yaitu bahwasanya manusia berasal dari Allah swt sang pencipta,
Manusia diciptakan tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mengabdi dan
hidup sesuai aturan Allah swt, serta Manusia pasti akan kembali kepada
Allah swt.
Oleh karena itu ketika kita ingin merubah seseorang yang masih
melakukan penyimpangan-penyimpangan agama padahal statusnya adalah
seorang muslim maka mutlak bagi kita untuk memahamkan perkara aqidah
yang benar menurut islam. Sehingga ketika orang tersebut sudah memahami
hakikat penciptaannya yaitu untuk mengabdi kepada Allah swt maka secara
langsung tindakan-tindakan penyimpangan agama tidak akan dilakukan lagi.
Sejalan dengan pendapat para alim ulama’ tentang keimanan ini yaitu :
التصديق بالقلب والاقرار باللسان والعمل بالجوارح
“Pembenaran dengan hati, pernyataan dengan lisan, dan perbuatan dengan anggota tubuh.”
Maka marilah kita muhasabah diri kita masing-masing apabila kita
masih melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari koridor Islam
maka bisa jadi keimanan kita masih belum sempurna. Karena jelas bahwa
keimanan akan tercermin dari hati dan prilaku kita.
- Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
- Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
- Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan
- dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia
(Al-Ikhlas 1-4)
by BDM Al HIkmah UM
0 komentar:
Posting Komentar